Kamis, 20 Februari 2014

where you go??

Dunia begitu cerah
Indah terlihat
Kicauan burung seperti tak mau tertinggal
Semua menyambut dengan bahagia
Tapi kau bukan mereka
Yang bias merasakan kebahagiaan
Langit biru membentang
Tapi aku tetap merasa merasa gelap
Berada dalam kegelapan dunia
Pohon berguguran terlihat
Ranting pun mulai mengering
Apa salah yang salah dalam hidup ini?
Aku butuh penerangan
Aku butuh udara segar
Aku butuh canda dan tawa
Hati ini butuh kebahagiaan
Dimana semua itu?
Jangan menghilang..
Datanglah....
Aku sudah letih mencari..
Rasanya aku tak pantas -,-

Just Writing

Tuhan tau atas hidupku
Semua salahku engkau pun tahu
Sekecil apapun dosaku
Hanya engkaulah yang mengetahuinya
Sebesar kumenutupinya
Sedalam apa ku menyembunyikannya
Semua akan terungkap dan tercium oleh semua..
Aku tak tahu hidupku ini apa?
Sehingga dia enggan menerimaku Tuhan ?
Apa aku terlalu hina untuknya
Dan tak pantas untuk mendapatkan cinda rinya?
Maafkan kesalahanku..
Aku tak kuasa menahan..
Menahan rasa pedih ini disini sendiri..
Tanpanya dan tanpa orang-orang yang aku cintai ..

Inspiring People In My life


Helen Keller a woman who is blind and deaf , was born in Tuscumbia , Alabama , June 27, 1880 , and died in Easton , Connecticut , on June 1, 1968 at the age of 87 years .
He is a renowned author , activist , and lecturer . He also often be the main character in the play and movie that tells about his life .
At the age of 11 years , Keller has even resulted in his first book , The King Frost (1891).
Helen Keller also writes articles and books famous , including The World I Live In and The Story of My Life ( typed with regular letters and Braille ) , which became a classic in American literature and translated into 50 languages ​​.
Helen is the winner of the Honorary Degrees University Women 's Hall of Fame , the Presidential Medal of Freedom , the Lions Humanitarian Award , his story even won 2 Oscars .
He founded the American Foundation for the Blind and the American Foundation for the Overseas Blind.
Hellen Keller had a teacher who was very instrumental in the life of Helen Keller, who taught helen from zero to hero and was the only death can separate them , he named Anne Mansfield Sullivan woman from Tuscumbia .
Helen inspired me on how to deal with the rigors of life, realize that everyone can achieve what is desired and willing to try though sometimes in a longer period of time.
Helen very motivated me to never desperate to go ahead and continue to get better with the various shortcomings that I have because he could not prove that physical limitations can hamper people to succeed, as long as there is confidence, hard work and passion.

From life I could take lessons. I learned to be able to appreciate what I already have, things that already exist within me, of course I would be able to live better. I will not complain and instead, I will be able to think positive and be a better human being.

Minggu, 16 Februari 2014

Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950

Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI(27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)

Sistem pemerintahannya adalah Parlementer berdasarkan pasal 118 ayat 2 menyebutkan sebagai berikut “ Presiden tidak dapat diganggu gugat. Tanggung jawab kebijaksanaan pemerintah berada ditangan menteri, tetapi apabila kebijakan menteri/para menteri ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, maka menteri/menteri-menteri itu harus mengundurkan diri, atau DPR dapat membubarkan menteri-menteri (kabinet) tersebut dengan alasan mosi tidak percaya.
Menurut ketentuan pasal-pasal yang tercantum dalam Konstitusi RIS 1949, sistem pemerintahan yang dianutnya sistem pemerinhtahan parlementer. Pada sistem ini, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), dan apabila pertanggung jawabannya itu tidak diterima oleh parlemen atau DPR, maka kabinet secara perseorangan atau secara bersama-sama harus mengundurkan diri atau membubarkan diri, jadi kedudukan kabinet sangat tergantung pada parlemen (DPR).
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :
1.     Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2.  Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
3.  Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
4.  Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
5.  Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
6.  Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.

Tahun 1945-1949 ( UUD 1945)


       Pada masa ini, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk, karena UUD 1945 pada saat ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya mengingat kondisi Indonesia yang sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.      
Dengan demikian, sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.
Hal ini berdasarkan pada Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945, diputuskanlah bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.
Dari segi sejarah sistem pemerintahan yang berlaku di masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil, namun terhitung sejak tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir, dengan kata lain sistem pemerintahannya pun berubah ke parlementer.
Alasannya perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Secara umum, terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD 1945 antara lain:
a.     Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR
b.     Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP – KNIP.



Karya Sastra Angkatan 70-an dan 80-an

KARYA ASTRA
ANGKATAN 70-AN DAN 80-AN

 












KELOMPOK 5
1.     EVIE MARLINA
2.     DEASY
3.     GLADYS
4.     NURHILALIA
5.     ULFA A’LAWIYAH


Latar Belakang Munculnya Sastra Indonesia Angkatan 70-an
        Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda. Menurut Dami angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang jelas punya wawasan estetika novel tersendiri. Dalam angkatan 70-an mulai bergesernya sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik dibidang puisi , prosa maupun drama.
Pengarang yang dapat dikelompokan ke dalam akangkatan 70 adalah: Iwan Simatupang, W. S. Rendra, Sutarji Calzoum Bachri, Danarto, Budi Darma, Putu Wijaya, Arifin C. Noer, dan lain-lain. Pengarang yang disebut sebagai Angkatan 70 ini ada yang sudah tergolongkan juga pada masa-masa sebelumnya. Hal inilah yang menandakan bahwa karya mereka terus berkembang.
 MEDIA
Pada masa 70 –an para penulis menggunakan media buku , majalah , maupun koran untuk mempublikasikan karya – karya nya . sebagai contoh , sutarji mempublikasikan karyanya berupa puisi , dan cerpen di koran harian , begitu pula mangun wijaya yang mempublikasikan novel khotbah di atas bukan sebagai cerita bersambung di koran sebelum mempublikasikannya dalam media buku.
Pada masa kini bahkan dimungkinkan untuk mempublikasikan karya sastra menggunakan media elektronik : televisi dan internet
CIRI – CIRI angkatan 70an
Pada masa ini para pengarang sangat bebas berkesperimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk , seperti dikatakan ajip rosidi ( 1977; 6) dalam laut biru langit biru bahwa mereka seakan – akan menjajaki sampai batas kemungkinan bahasa indonesia sebagai alat pengucapan sastra , disamping mencoba batasa – batas kemungkinan berbagai bentuk , baik prosa maupun puisi ,sehingga perbedaan antara prosa dan puisi kian tidak jelas.
1. PUISI
Struktur fisik
Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan ,
kata , frase atau kalimat .
       Gaya bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar – besarnya serta menonjolkan tipografi
       Puisi kongret sebagai eksperimen
       Banyak menggunakan kata – kata daerah untuk memberi kesan ekspresif
       Banyak menggunakan permainan bunyi
       Gaya penulisan yang prosais
         Menggunakan kata yang sebelumnya tabu
Struktur Tematik
        Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
         Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunan
       Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistik
       Ceritadan pelukisan bersifat alegoris dan parabel
       Perjuangan hak – hak asasi manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan terhindar dari pencemaran teknologi modern
       Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewqenag – wenang terhadap mereka yang lemah dan kritik terhadap penyeleweng


2. PROSA DAN DRAMA  
Struktur fisik
Melepaskan ciri konvensional , menggunakan pola sastra ” absurd ” dalam tema , alur , tokoh maupun latar. Menampakkan ciri latar kedaeraan ” warna lokal ”.
Struktur Tematik
Sosial : politik , kemiskinan ,Kejiwaan ,Metafisik

Sastrawan dan Karya Sastra Angkatan 70-an


1.Putu Wijaya
a)   Orang-orang Mandiri (drama);
b)   Lautan Bernyanyi (drama);
c)   Telegram (novel);
d)  Aduh (drama);
e)   Pabrik (novel);
f)    Stasiun (novel);
g)   Hah (novel);
h)   Keok (novel);
i)     Anu (drama);
j)     MS (novel);
k)   Sobat (novel);
l)     Tak Cukup Sedih (novel);
m) Dadaku adalah perisaiku (kumupulan sajak);
n)   Ratu (novel);
o)   Edan (novel);
p)   Bom (kumpulan cerpen).
2.Iwan Simatupang
a)   Merahnya Merah (roman);
b)   Kering (roman);
c)   Ziarah (roman);
d)  Kooong (roman);
3. Danarto
a)    Godolb (kumpulan cerpen);
b)   Obrok owok-owok, Ebrek ewek-ewek (drama);
c)    Adam ma’rifat (kumpulan cerpen);
d)   Berhala;
e)    Orang Jawa Naik Haji (1984);
f)    Bel Geduwel Beh (1976)
4. Budi Darma
a)    Solilokui (kumpulan essai);
b)   Olenka (novel);
c)    Orang-orang Bloomington (kumpulan cerpen);
5. Sutardji Calzoum Bachri
a)    (kumpulan sajak);
b)   Amuk ( kumpulan sajak);
c)    Kapak (kumpulan sajak).
6.  Arifin C. Noer
a)    Kapai-kapai (drama);
b)   Kasir Kita (drama satu babak);
c)    Orkes Madun (drama);
d)   Selamat Pagi, Jajang (kumpulan sajak);
e)    Sumur tanpa dasar (drama);
f)    Tengul (drama).
7. Darmanto Jatman
a)    Sajak-sajak Putih (kumpulan sajak);
b)   Dalam Kejaran Waktu (novel);
c)    Bangsat (kumpulan sajak);
d)   Sang Darmanto (kumpulan sajak);
e)    Ki Balaka Suta (kumpulan sajak).
8. Linus Suryadi
a)    Langit Kelabu (kumpulan sajak);
b)   Pengakuan Pariyem (novel)
c)    Syair-syair dari Jogja (kumpulan sajak);
d)   Perang Troya (cerita anak);
e)    Dari Desa ke Kota (kumpulan essai);
f)    Perkutut Manggung (kumpulan sajak)
g)   Gerhana Bulan (kumpulan sajak).





Karya puisi W.S Rendra
”DENGAN KASIH SAYANG
Dengan kasih sayang
Kita simpan bedil dan kelewang
Punahlah gairahpada darah
Jangan !
Jangan dibunuh para lintah darat
Ciumlah mesra anak janda tak berayah
Dan sumbatlah jarimu pada mulut peletupan
kena darah para bajak dan perombak
akan mudah mendidih oleh pelor
mereka bukan tapir atau badak
hatinyapun berurusan cinta kasih
seperti jendela terbuka bagai angi sejuk¡
kita yang sering kehabisan cinta untuk mereka
Cuma membenci yang nampak rompak
Hati tak bisa berpelukan dengan hati mereka
Terlampau terbatas pada lahiriah masing pihak
Lahiriah yang terlalu banyak meminta !
Terhadap sajak yang paling utopis
 Bacalah dengan senyuman yang sabar
Jangan dibenci para pembunuh
Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri
Kere – ker jangan mengemis lagi
Dan terhadap penjahat yang paling laknat
Pandanglah dari jendela hati yang bersih

Karya puisi Sutardji Calzoum Bachri 
 ’POT
Pot apa pot itu pot kaukah pot aku
Pot pot pot
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot aku
Potapa potitu potkaukah potaku
 POT   



ANGKATAN 80-AN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA ANGKATAN ‘80-AN
    Kelahiran karya sastra angkatan 80-an bersifat mendobrak keberadaan. Dilahirkan dari konsepsi individual yang mengacu pada satu wawasan kelompok.  Konsep tersebut telah menitik beratkan pada kata, tetapi Danarto justru tetap pada pendirianya. Hal ini sangat menarik dan membawa pada pemikiran yang lain dalam wawasan yang estetik periode 80-an. Dimana pada priode sebelumnya telah terjadi pergeseran wawasan dan pergeseran estetik khususnya pada kata. Dasar tersebut menyebabkan lahirnya periode 80-an menekankan pada pemikiran dan cara penyampaian dalam karya sastra. Periode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat Indonesia untuk menuju kehidupanya yang baru dengan wawasan konstusional. Periode 80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu kehidupan.

KARAKTERISTIK KARYA SASTRA ANGKATAN ‘80-AN
Ø  Genre yang muncul prosa, puisi, drama, sajak, film, kritik, dan esai.
Ø  Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme.
Ø  Puisi yang dihasilkan bercorak spiritual religius. Misalnya “Kubakar Cintaku“ karya Emba Ainun Najib.
Ø  Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat, dimana tokoh utamanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur dan mengalahkan tokoh antagonisnya.
Ø  Bahasa yang digunakan realistis, bahasa yang ada di masyarakat dan romantis.
Ø  Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat kritik sosial, politik, dan budaya.
Ø  Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi.
Ø  Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan kata dari pengertian aslinya.

SASTRAWAN ANGKATAN ‘80-AN DAN HASIL KARYA SASTRANYA
       Ahmadun Yosi Herfanda
      Ladang Hijau (1980)
      Sajak Penari (1990)
      Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
      Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
      Sembahyang Rumputan (1997)
       Y. B. Mangunwijaya
      Burung-burung Manyar (1981)
       Darman Moenir
      Bako (1983)
      Dendang (1988)

KARYA SASTRA KARYA Y. B. Mangunwijaya
Judul: Burung-Burung Manyar
Pengarang: Y. B. Mangunwijaya
Penerbit: Djambatan
Cetakan: II, 1981
Halaman: vi+261

Setiap beberapa bulan sekali, saat ada bom meledak, Manohara kabur dari Malaysia, meninggalnya seorang tokoh nasional, atau ‘sekedar’ tujuh belas agustusan, kita diingatkan akan betapa penting dan mulianya mencintai tanah yang bernama Indonesia ini. Dan saya teringat Teto.
Adakah yang mencintai Indonesia lebih dari Teto? Ini pertanyaan retoris, bukan karena kita semua pasti tahu jawabannya, tapi justru karena terlalu sulit untuk dijawab. Apa itu cinta dan apa itu Indonesia? Teto adalah tokoh dalam peralihan. Bapaknya Jawa yang jadi tentara Belanda, Koninklijk Nederlands Indisch Leger asli lulusan Breda. Ibunya Belanda totok walaupun Teto tidak yakin karena Mami “sangat cantik” dan “tak punya sistem pendidikan yang berdisiplin” (hal. 5). Ketika Jepang masuk, dunia-serba-gemilang anak kolong Teto berantakan. Ia benci Jepang, terlebih ketika Mami dijebak jadi gundik tentara Jepang demi menyelamatkan nyawa Papi. Dan Jepang menjelma jadi Indonesia merdeka. Teto memilih masuk KNIL, berperang melawan kaum republik. Celakanya, gadis pujaannya, Atik, ada di pihak ‘sana’, Indonesia.
Tapi apakah Teto tidak cinta Indonesia? Jangan kacaukan keinginan Teto supaya Belanda tetap bercokol di Indonesia dengan kebencian. Itu sama saja dengan Teto yang mengacaukan gerakan Indonesia merdeka dengan bungkuk pada perintah fasis Jepang. “Suatu bangsa yang sudah berabad-abad hanya membongkok dan minder harus dididik dahulu menjadi kepribadian. Barulah kemerdekaan datang karena durian yang jatuh karena sudah matang (hal. 89).”

Dalam roman Burung-burung Manyar, Romo Mangun dengan bahasa yang aduhai luwes-lincah dan terkadang menggelitik, menyampaikan mimpinya tentang Indonesia. Bukan melalui Atik, yang menggebu-gebu, yang terbuai dengan kata-kata Soekarno. Justru melalui Teto, yang skeptis namun hormat tergagu di depan Syahrir. Sebuah Indonesia yang bukan bangsa kuli atau teroris, melainkan bangsa yang cendekia dan menjunjung elan kemanusiaan. Walaupun, diakui saja, menyimpan keragaman nyaris ironi di mana “yang putih dan halus rupa-rupanya (di sini) bisa bersahabat dengan yang kotor dan busuk (hal. 154)”.