KARYA ASTRA
ANGKATAN 70-AN DAN 80-AN
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
KELOMPOK 5
1.
EVIE MARLINA
2.
DEASY
3.
GLADYS
4.
NURHILALIA
5.
ULFA A’LAWIYAH
Latar Belakang Munculnya Sastra Indonesia
Angkatan 70-an
Istilah ini pertama kali diperkenalkan
oleh Dami N. Toda. Menurut Dami angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan
Simatupang, yang jelas punya wawasan estetika novel tersendiri. Dalam angkatan
70-an mulai bergesernya sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan
estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik dibidang puisi ,
prosa maupun drama.
Pengarang yang dapat
dikelompokan ke dalam akangkatan 70 adalah: Iwan Simatupang, W. S. Rendra,
Sutarji Calzoum Bachri, Danarto, Budi Darma, Putu Wijaya, Arifin C. Noer, dan
lain-lain. Pengarang yang disebut sebagai Angkatan 70 ini ada yang sudah
tergolongkan juga pada masa-masa sebelumnya. Hal inilah yang menandakan bahwa
karya mereka terus berkembang.
MEDIA
Pada
masa 70 –an para penulis menggunakan media buku , majalah , maupun koran untuk
mempublikasikan karya – karya nya . sebagai contoh , sutarji mempublikasikan
karyanya berupa puisi , dan cerpen di koran harian , begitu pula mangun wijaya
yang mempublikasikan novel khotbah di atas bukan sebagai cerita bersambung di
koran sebelum mempublikasikannya dalam media buku.
Pada
masa kini bahkan dimungkinkan untuk mempublikasikan karya sastra menggunakan
media elektronik : televisi dan internet
CIRI –
CIRI angkatan 70an
Pada masa ini para pengarang
sangat bebas berkesperimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk , seperti
dikatakan ajip rosidi ( 1977; 6) dalam laut biru langit biru bahwa mereka
seakan – akan menjajaki sampai batas kemungkinan bahasa indonesia sebagai alat
pengucapan sastra , disamping mencoba batasa – batas kemungkinan berbagai
bentuk , baik prosa maupun puisi ,sehingga perbedaan antara prosa dan puisi
kian tidak jelas.
1. PUISI
Struktur fisik
Puisi bergaya
mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan ,
kata , frase
atau kalimat .
• Gaya bahasa paraleisme
dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar –
besarnya serta menonjolkan tipografi
• Puisi kongret sebagai
eksperimen
• Banyak menggunakan kata –
kata daerah untuk memberi kesan ekspresif
• Banyak menggunakan permainan
bunyi
• Gaya penulisan yang prosais
• Menggunakan kata
yang sebelumnya tabu
Struktur Tematik
• Protes terhadap
kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
• Kesadaran bahwa
aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunan
• Banyak mengungkapkan
kehidupan batin religius dan cenderung mistik
• Ceritadan pelukisan bersifat
alegoris dan parabel
• Perjuangan hak – hak asasi
manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan terhindar dari pencemaran
teknologi modern
• Kritik sosial terhadap si
kuat yang bertindak sewqenag – wenang terhadap mereka yang lemah dan kritik
terhadap penyeleweng
2. PROSA DAN DRAMA
Struktur
fisik
Melepaskan
ciri konvensional , menggunakan pola sastra ” absurd ” dalam tema , alur ,
tokoh maupun latar. Menampakkan ciri latar kedaeraan ”
warna lokal ”.
Struktur Tematik
Sosial : politik , kemiskinan ,Kejiwaan ,Metafisik
Sastrawan dan Karya Sastra Angkatan 70-an
1.Putu
Wijaya
a) Orang-orang Mandiri (drama);
b) Lautan Bernyanyi (drama);
c) Telegram (novel);
d) Aduh (drama);
e) Pabrik (novel);
f) Stasiun (novel);
g) Hah (novel);
h) Keok (novel);
i) Anu (drama);
j) MS (novel);
k) Sobat (novel);
l) Tak Cukup Sedih
(novel);
m) Dadaku adalah perisaiku (kumupulan sajak);
n) Ratu (novel);
o) Edan (novel);
p) Bom (kumpulan cerpen).
2.Iwan Simatupang
a) Merahnya Merah (roman);
b) Kering (roman);
c) Ziarah (roman);
d) Kooong (roman);
3. Danarto
a) Godolb (kumpulan cerpen);
b) Obrok owok-owok, Ebrek ewek-ewek (drama);
c) Adam ma’rifat (kumpulan cerpen);
d) Berhala;
e) Orang Jawa Naik Haji (1984);
f) Bel Geduwel Beh (1976)
4. Budi Darma
a) Solilokui (kumpulan essai);
b) Olenka (novel);
c) Orang-orang Bloomington (kumpulan cerpen);
5. Sutardji Calzoum Bachri
a) (kumpulan sajak);
b) Amuk ( kumpulan sajak);
c) Kapak (kumpulan sajak).
6.
Arifin C. Noer
a) Kapai-kapai (drama);
b) Kasir Kita (drama satu babak);
c) Orkes Madun (drama);
d) Selamat Pagi, Jajang (kumpulan sajak);
e) Sumur tanpa dasar (drama);
f) Tengul (drama).
7.
Darmanto Jatman
a) Sajak-sajak Putih (kumpulan sajak);
b) Dalam Kejaran Waktu (novel);
c) Bangsat (kumpulan sajak);
d) Sang Darmanto (kumpulan sajak);
e) Ki Balaka Suta (kumpulan sajak).
8.
Linus Suryadi
a) Langit Kelabu (kumpulan sajak);
b) Pengakuan Pariyem (novel)
c) Syair-syair dari Jogja (kumpulan sajak);
d) Perang Troya (cerita anak);
e) Dari Desa ke Kota (kumpulan essai);
f) Perkutut Manggung (kumpulan sajak)
g) Gerhana Bulan (kumpulan sajak).
Karya puisi
W.S Rendra
”DENGAN KASIH SAYANG”
Dengan kasih sayang
Kita simpan bedil dan kelewang
Punahlah gairahpada darah
Jangan !
Jangan dibunuh
para lintah darat
Ciumlah mesra
anak janda tak berayah
Dan sumbatlah jarimu pada mulut peletupan
kena darah para bajak dan perombak
akan mudah mendidih oleh pelor
mereka bukan tapir atau badak
hatinyapun berurusan cinta kasih
seperti jendela terbuka bagai angi sejuk¡
kita yang sering kehabisan cinta untuk mereka
Cuma membenci yang nampak rompak
Hati tak bisa
berpelukan dengan hati mereka
Terlampau terbatas pada lahiriah masing pihak
Lahiriah yang terlalu banyak meminta !
Terhadap sajak yang paling utopis
Bacalah dengan senyuman yang sabar
Jangan dibenci para pembunuh
Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri
Kere – ker jangan mengemis lagi
Dan terhadap
penjahat yang paling laknat
Pandanglah dari
jendela hati yang bersih
Karya puisi Sutardji
Calzoum Bachri
’POT”
Pot apa pot itu pot kaukah pot aku
Pot pot pot
Yang jawab pot
pot pot pot kaukah pot itu
Yang jawab pot
pot pot pot kaukah pot aku
Potapa potitu
potkaukah potaku
POT
ANGKATAN 80-AN
LATAR
BELAKANG MUNCULNYA ANGKATAN ‘80-AN
Kelahiran
karya sastra angkatan 80-an bersifat mendobrak keberadaan. Dilahirkan dari konsepsi
individual yang mengacu pada satu wawasan kelompok. Konsep tersebut
telah menitik beratkan pada kata, tetapi Danarto justru tetap pada pendirianya.
Hal ini sangat menarik dan membawa pada pemikiran yang lain dalam wawasan yang
estetik periode 80-an. Dimana pada priode sebelumnya telah terjadi pergeseran
wawasan dan pergeseran estetik khususnya pada kata. Dasar tersebut menyebabkan
lahirnya periode 80-an menekankan pada pemikiran dan cara penyampaian dalam
karya sastra. Periode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak
bersama masyarakat Indonesia untuk menuju kehidupanya yang baru dengan wawasan
konstusional. Periode 80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan
karya sastra menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang
menentang pada satu kehidupan.
KARAKTERISTIK
KARYA SASTRA ANGKATAN ‘80-AN
Ø Genre yang muncul prosa, puisi, drama, sajak, film,
kritik, dan esai.
Ø Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang
ketuhanan dan mistikisme.
Ø Puisi yang dihasilkan bercorak spiritual religius.
Misalnya “Kubakar Cintaku“ karya Emba Ainun Najib.
Ø Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari
budaya barat, dimana tokoh utamanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur
dan mengalahkan tokoh antagonisnya.
Ø Bahasa yang digunakan realistis, bahasa yang ada di
masyarakat dan romantis.
Ø Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah
konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat kritik sosial, politik, dan
budaya.
Ø Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi.
Ø Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan
kata dari pengertian aslinya.
SASTRAWAN ANGKATAN ‘80-AN DAN HASIL KARYA
SASTRANYA
KARYA SASTRA KARYA Y. B. Mangunwijaya
Judul: Burung-Burung Manyar
Pengarang: Y. B. Mangunwijaya
Penerbit: Djambatan
Cetakan: II, 1981
Halaman: vi+261
Pengarang: Y. B. Mangunwijaya
Penerbit: Djambatan
Cetakan: II, 1981
Halaman: vi+261
Setiap beberapa bulan sekali, saat ada bom meledak, Manohara kabur
dari Malaysia, meninggalnya seorang tokoh nasional, atau ‘sekedar’ tujuh belas
agustusan, kita diingatkan akan betapa penting dan mulianya mencintai tanah
yang bernama Indonesia ini. Dan saya teringat Teto.
Adakah
yang mencintai Indonesia lebih dari Teto? Ini pertanyaan retoris, bukan karena
kita semua pasti tahu jawabannya, tapi justru karena terlalu sulit untuk
dijawab. Apa itu cinta dan apa itu Indonesia? Teto adalah tokoh dalam
peralihan. Bapaknya Jawa yang jadi tentara Belanda, Koninklijk Nederlands
Indisch Leger asli lulusan Breda. Ibunya Belanda totok walaupun Teto tidak
yakin karena Mami “sangat cantik” dan “tak punya sistem pendidikan yang
berdisiplin” (hal. 5). Ketika
Jepang masuk, dunia-serba-gemilang anak kolong Teto berantakan. Ia benci
Jepang, terlebih ketika Mami dijebak jadi gundik tentara Jepang demi
menyelamatkan nyawa Papi. Dan Jepang menjelma jadi Indonesia merdeka. Teto
memilih masuk KNIL, berperang melawan kaum republik. Celakanya, gadis
pujaannya, Atik, ada di pihak ‘sana’, Indonesia.
Tapi apakah Teto tidak cinta
Indonesia? Jangan kacaukan keinginan Teto supaya Belanda tetap bercokol di
Indonesia dengan kebencian. Itu sama saja dengan Teto yang mengacaukan gerakan
Indonesia merdeka dengan bungkuk pada perintah fasis Jepang. “Suatu bangsa yang
sudah berabad-abad hanya membongkok dan minder harus dididik dahulu menjadi
kepribadian. Barulah kemerdekaan datang karena durian yang jatuh karena sudah
matang (hal. 89).”
Dalam
roman Burung-burung Manyar, Romo Mangun dengan bahasa yang
aduhai luwes-lincah dan terkadang menggelitik, menyampaikan mimpinya tentang
Indonesia. Bukan melalui Atik, yang menggebu-gebu, yang terbuai dengan
kata-kata Soekarno. Justru melalui Teto, yang skeptis namun hormat tergagu di
depan Syahrir. Sebuah Indonesia yang bukan bangsa kuli atau teroris, melainkan
bangsa yang cendekia dan menjunjung elan kemanusiaan. Walaupun, diakui saja,
menyimpan keragaman nyaris ironi di mana “yang putih dan halus rupa-rupanya (di
sini) bisa bersahabat dengan yang kotor dan busuk (hal. 154)”.
3 komentar:
Maaf sebelumnya, untuk angkatan 70 mbak ambil referensi dari mana ya?
Maaf sebelumnya, untuk angkatan 70 mbak ambil referensi dari mana ya?
josssss
Posting Komentar